V for Val….. eh, Vendeta (Part 1)

Hello world, please welcome to me, a new Fresh Graduated from Yogja! Yeaaah, julukan pertamaku sebelum berubah menjadi pengangguran terpelajar. Sebenernya ya nggak fresh fresh banget sih, orang lulus di semester sebelas, fresh darimana coba? Mateng yo bener.

Seperti sarjana pada umunya, hal yang saya lakukan setelah selesai yudisium adalah CARI KERJA! Gila aja, diusia ku mendekati seperempat abad masih aja nganggur, njuk kapan rabine?!

Akhir November 2017, entah kapan tepatnya, saya coba searching-searching lowongan kerja di Jogja, mulai dari Jobstreet.com, @jogjakarir.com, @lokerjogja, @jogjalowker, dan sebangsanya, berhentilah penelusuran saya disebuah perusahaan pialang yang berada di Jalan Magelang kilometer sekian, bernama Vendeta. Hehe.

Sebagai orang yang bener-bener baru dalam pengalaman mencari pekerjaan (You know lah, saya selama kuliah cuma suka kegiatan social dan voluntary, kalau yang kapitalis-kapitalis gitu mah, ndak faham saya), tertariklah saya sama si Vendeta itu, dengan gaji awal Rp 1.750.000 (Ini gaji awal lho gaes, hehehe).

Lowongan yang dibuka oleh si Vendeta itu ada lima macem, Financial Consultant, Assistant Manager, Managemen Trainee, Customer Relation Officer, dan Recruitment Devision, udah bisa bayangin, kan, itu pasti perusahaan keuangan yang gede dan terkenal, ngasih nama divisi aja pake english semua L

Mulailah saya kepo tentang perusahaan itu, terutama webnya, “Wah, oke juga ini kantor, webnya bagus pulak, bukan perusahaan abal-abal”, norak gitu deh ekspresi pertama saya.

Eits, tapi tapi tapi, ada yang membuat saya bingung, dari kelima lowongan tersebut, tentulah dibutuhkan kemampuan serta pengalaman yang memadai, minimal ya sarjana lah. Tapi kenyatannya, syarat minimal dari rekrutmen itu adalah lulusan SMA/SMK, kecuali bagian Customer Relation Officer (CRO) yang ditulis ‘Fresh Graduated boleh mendaftar’ di kolom paling bawah. (Saya nulis gini gak bermaksud memandang sebelah mata lulusan SMA/SMK lho ya, ini murni kebingungan saya waktu itu).

Then, pada Hari Selasa, 5 Desember 2017, saya mendapat panggilan interviu sebagai CRO. Singkat cerita saya bahagia. Pada tanggal 7 Desember 2017, berangkatlah saya menuju Vendeta dengan pakaian serta gincu terbaik yang saya punya.

Sesampai disana, saya langsung ketemu dengan bapak Dewa Cuaca (selanjutnya Pakdhe). Kesan pertama saya untuk beliau ialah, beliau nggak ganteng, jauh dari kata ganteng malahan, ya standard deh. Masih gantengan Alief, hehehe.

Kalau untuk pertanyaan yang diajukan sih biasa aja, standar gitu deh. Semisal; “Kesibukan sekarang apa? Pengalaman kerja dimana saja? Kenapa tertarik mendaftar disini?, dll”. Mudah lah saya menjawab pertanyaan begituan, modal lamis doang itu mah (sombong).

Semakin jauh pertanyaan yang dilontarkan, semakin membuat saya sedikit mengkerutkan jidat, agak curiga dan was-was, tapi sejauh itupun saya masih stay positive.

“Begini mbak Dian, sebagai CRO, kamu tentu saja harus berhubungan dengan orang diluar sana, dan klien kita tuh orang-orang kaya, namanya juga perusahaan pialang, jual-beli komoditi, pastinya peredaran uang diatas 30 juta”, oke, realistis, dan saya ngangguk-ngangguk.

“Kamu tau, kan, orang kaya itu tingkahnya macem-macem, dan banyak yang nggak lempeng.” Saya masih ngangguk-ngangguk, agak nggak ngeh juga sebenernya.

“Kadang-kadang mereka minta yang aneh-aneh, semisal minta ditemenin jalan-jalan ke mall, karaoke, nongkrong ke Liquid, ya seperti itulah, paham kan, mbak?” Sejujurnya saya ndak paham, Pak, tapi masih ngangguk-ngangguk, biar kelihatan smart aja sih.

“Oh iya, Mbak Dian kan sarjana komunikasi ya, pasti paham dong, kalau komunikasi non-verbal juga sangat diperlukan, untuk tambah meyakinkan klien”. Kalau itu mah jelas lah Pakdheeee, hadee!

“Nah, semisal megang bahu, trus megang paha, kira-kira Mbak Dian berani nggak?” Betewe, pas dia bilang paha, sambil megang pahanya sendiri, dan batinku, ‘Bajigur, ki aku dadi opo e neng kene!?’

“Gimana, Mbak Dian? Sanggupkah jika harus bertemu klien yang seperti itu?”. Duh modar aku. Langsung di serang!

Dan, akupun bingung harus jawab apa, dan jawaban pertama ku biar gak kelatan bego ialah, TANYA BALIK.

“Maaf pak, mau Tanya, apakah semua klien dari Vendeta seperti itu, Pak?”, Tanya ku sok polos.

Pakdhe pun langsung nerocos lagi “Gak semua dong, tapi sekali lagi, kelakuan orang kaya itu aneh-aneh, mbak. Susah dinalar”. Aku kalo keinget mukanya jijik dewe, duh gusti, nyuwun hangapura aing.

WOY PAKDHE, AKU NDUE KENALAN WONG SUGEH YO RA NGUNU-NGUNU BANGET JE! TAEEE!

Lagi-lagi saya mengangguk, ‘yaudah deh tak coba dulu kerja disini, iseng-iseng berhadiah’.

Singkat cerita saya  pun diterima kerja di Vendeta dengan diawali training seminggu, dapet free lunch pula, seneng saya.
Seneng dapet free lunch nya, bukan yang lain.

Oke, cukup sekian, cerita proses recruiting yang mulai tampak nggateli. 

Next story, V for Val….. eh, Vendeta (Part 2)

Ini Lho, ganbar Vendetta (t nya doble), hehe
Nyomot gambarnya di https://moviepilot.com/posts/3811324

Komentar